Mbok

Mbok
“Mbok iki koyo Al-Qur'an bobrok. Diwoco ora keno. Dibuang ora iso"

Orang tua itu seperti Al-Qur'an rusak. Dibaca tak bisa. Dibuang dosa. Kata-kata itu yang Mbok sampaikan padaku di hari-hari terakhirnya setahun lalu.

Mbok adalah nenek kami.

Waktu itu, Mbok sudah sepuh. Usianya hampir seabad. Sudah tak bisa jalan dan pikun. Sehari-hari hanya terkulai di tempat tidur.

Sejak jatuh dari kamar mandi dan lumpuh, ibuku yang mengurusnya. Memberinya makan, merawat lukanya, hingga mencuci kencingnya saat buang air.

Mbok punya anak banyak. Mengikuti kata orang-orang dahulu, banyak anak banyak rezeki.

Pekerjaannya hanya bakul keliling. Tiap hari keliling perumahan. Menjual apa saja hasil bumi dari kebun.

Kalau hari ini adanya kelapa, maka kelapa yang dijual. Kalau besok panen salak, maka hari itu Mbok bakul salak.

Tak perlu gelar tinggi-tinggi. Bermodalkan tekad dan keberanian, wanita dusun yang tak lulus SD itu mampu menghidupi tujuh orang anaknya.

Namun, segerlap apa pun kehidupannya dulu, hari-hari terakhir Mbok adalah sepi. Kawannya hanya tasbih dan dinding yang ia ajak bicara.

Anak-anaknya sering datang belakangan, tapi tak satu pun yang diingatnya.

Melihat Mbok membuatku merenung, "seandainya seorang ibu bisa merawat 10 anak, apakah 10 anak bisa merawat seorang ibunya?".

Mbok adalah pahlawan masa kecilku. Beliau menemani masa kanak-kanakku dulu. Mengajariku ngaji. Mengajarkan kerja keras. Mengajarkan arti kesederhanaan.

Aku ingat tiap minggu sepulangnya dari pasar, beliau selalu memberi jajan 500 rupiah. Uang koin kuning bergambar pohon kelapa.

Zaman masih SD, duit segitu sangat berharga. Bisa beli orson minuman manis warna-warni dan permen hot-hot pop sampai saku penuh.

Koin 500 itu selalu aku kenang, tetapi juga aku sesali, karena Mbok tak ada dan aku tak sempat membalasnya.

Janjiku membelikannya kain Jarik baru kalau aku sudah kerja nanti. Sekarang gaji 50 juta pun buat apa.

Mbok meninggalkan kami.

Di hari pemakaman, banyak yang datang melayat. Sampai rumah penuh dan tenda-tenda terpasang sepanjang jalan.

Banyak muka yang tak aku kenal. Namun, aku lega. Artinya banyak orang mengingatnya.

Mbok, semoga koin 500 yang tiap minggu kau berikan kepadaku dulu, menjadi celenganmu di surga nanti. (Rendika F. Kurniawan)