Kepada Istriku, Elok H. Rusnindyo,
Sudah dua tahun menikah, sampai saat ini, aku masih canggung ketika ada seseorang tidur di sebelahku. Rasanya kasur jadi agak sempit.
Kemudian bertambah satu lagi manusia mungil yang menjajah area tengah.
Pelan-pelan aku tergusur. Pelan-pelan kugelar karpet di bawah. Tidur memeluki lantai. Seperti saat masa bujangku dulu.
Agaknya semakin tua, kita akan lebih banyak mengalah. Mengalah kepada nasib. Kepada rezeki. Kepada kehidupan. Begitu pun mengalah tidur di bawah.
Yang terpenting kalian berdua tidur dengan nyaman. Tanpa takut kena sikut atau tendang kakiku yang panjang-panjang ini.
Katakanlah, aku bisa menjadi apa pun di dunia ini. Menjadi api. Menjadi matahari. Atau daun yang gugur itu. Hanya satu yang selamanya aku tak akan bisa:
Menjadi dirimu.
Menjadi istri dan ibu dari anakku.
Yang mengandung, melahirkan, dan mengasuh anaknya dengan baik. Yang setia di kala suka maupun saat banyak buntungnya.
Menjadi teman diskusi apa pun, termasuk mau pesan grab/gofood apa. Penasehat keuangan yang uangnya sendiri entah di mana.
Emak yang maju pertama kali dan marah ketika ada yang berani menyelak antrean. Tukang pijat pribadi nomor satu di dunia. Barista kopi kapal api terandal, racikan kopi satu sendok-gula satu sendok.
Menjadi penyemangat hidupku yang entah tak ada artinya kalau tak ada dirimu.
Selamat ulang tahun, Ibu.
Dari kami yang mencintaimu ugal-ugalan,
Ayah dan Bestari.
Bima, 28 Juni 2024
"Surat untuk Istriku" adalah kumpulan surat yang aku kirimkan kepada istriku setiap tahun. Kami rajin menulis surat untuk satu sama lain setiap peringatan hari lahir kita.